Entri Populer

Rabu, 08 Februari 2012

Nazar Minta Anas Legowo Akui Dosa



TEMPO.CO
, Jakarta -Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diminta mengakui keterlibatannya dalam perkara dugaan korupsi. Anas dituding tak hanya tersangkut kasus proyek Wisma Atlet Jakabaring, tapi juga kasus proyek Hambalang.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menilai Anas tidak mungkin terus berkilah tak terlibat. “Mas Anas, menurut saya, sudahlah legowo saja. Fakta sudah terbuka semua,” ujar terdakwa suap Wisma Atlet ini di sela persidangannya di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, 8 Februari 2012.

Menurut Nazar, Anas semestinya berani datang langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengakui semua dosanya. Jika Anas melakukan hal itu, kata Nazar, akan lebih baik, dan Anas akan menjadi teladan masyarakat banyak. “Kalau tidak, mohon maaf lho ya, perampok kayak Mas Anas itu, kalau sempat jadi pejabat negara, hancurlah Indonesia,” ujarnya.

Nazar terus menyeret bekas koleganya itu dalam perkara yang membelitnya. Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum itu berulang kali disebut-sebutnya terlibat sejumlah perkara. Nazar bahkan menyebut Anas sebagai dalang proyek Hambalang.

Ini adalah proyek pembangunan pusat pendidikan, pelatihan, dan sekolah olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Jawa Barat. Dikerjakan pada 2010 dengan anggaran Rp 1,2 triliun. Nazar menceritakan, awal mula perencanaan proyek Hambalang dimulai pada akhir 2009. Anas, menurutnya, mengatur pertemuan-pertemuan untuk membicarakan proyek itu. "Saat itu baru saja Mas Anas jadi Ketua Fraksi Demokrat," ujar Nazar.

Dalam kapasitasnya selaku bendahara partai waktu itu, Nazar mengaku diperintahkan oleh Anas berkoordinasi dengan Angelina Sondakh untuk membahas proyek di Kementerian Olahraga. Atas perintah Anas pula, diaturlah pertemuan mereka dengan pihak Kementerian Olahraga. Pertemuan Januari 2010 itu menyepakati Badan Anggaran DPR akan membuat anggaran khusus untuk Hambalang.

Setelah berkoordinasi dengan Kementerian Olahraga, masih menurut Nazar, Anas mendapat laporan dari Mahfud Suroso bahwa proyek itu terganjal proses sertifikasi, yang bertahun-tahun mangkrak. Padahal sertifikat menjadi kunci dimulainya proyek.

Segera Anas memanggil Nazar dan Angelina. Atas bantuan politikus Demokrat, Ignatius Mulyono, Anas memanggil Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto. Tak lama setelah itu, sertifikat pun keluar. "Ibaratnya, Anas yang bisa keluarin itu sertifikat," ujar Nazar.

Setelah itu, proses lelang proyek dilakukan dan dimenangkan PT Adhi Karya Tbk. Perusahaan milik negara itu, kata Nazar, menang karena memberikan fee sebesar Rp 100 miliar. Uang itu, kata Nazar, pernah dibawa oleh Mahfud ke posko pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat di Senayan City, Jakarta Selatan.

Namun, ketika hendak diturunkan, Anas memerintahkan Mahfud menyerahkan duit ke Yulianis. Sebanyak Rp 50 miliar lalu digelontorkan ke Kongres Demokrat di Bandung untuk pemenangan Anas, dan sisanya dibagi-bagi lagi. "Rp 20 miliar ke teman-teman DPR, Rp 20 miliar ke Kementerian Olahraga, terus yang Rp 10 miliar ke pimpinan Badan Anggaran," kata Nazar.

Anas membantah terlibat proyek Hambalang. Berulang kali ia juga telah membantah tudingan Nazar. "Tidak, tidak pernah saya mengerjakan proyek itu," kata Anas setelah melantik Pengurus Partai Demokrat Makassar kemarin.

Adhi karya belum berhasil dikontak. Direktur Utama Adhi Karya, Kiswodarmawan, beberapa waktu lalu pernah membantah tudingan Nazaruddin. “Kami telah melalui lelang dan mendapatkan kontrak secara valid,” ujarnya.

Meski belum memeriksa Anas, juru bicara KPK, Johan Budi S.P., menegaskan pihaknya akan terus mengusut perkara ini.

Tidak ada komentar: